Jakarta (Unas) – Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Nasional (Unas) yang tergabung dalam tim pemekaran Kabupaten Babo Raya lakukan focus group discussion di Ruang Seminar Cyber, Kamis (06/07). Kegiatan ini dihelat dalam rangka penyusunan naskah akademik Pembentukan Rancangan Undang-undang tentang Pemekaran Kabupaten Babo Raya, Provinsi Papua Barat.
Dekan FISIP Unas, Dr. Erna Ermawati Chotim, M.Si. mengatakan, kegiatan ini juga merupakan tahap awal dalam pengimplementasian kerja sama yang telah disepakati sebelumnya antara FISIP Unas dengan Bupati Kabupaten Teluk Bintuni mengenai pemekaran wilayah tersebut.
“ Focus group discussionini merupakan salah satu tahapan awal untuk menyamakan persepsi kegiatan kajian penyusunan naskah akademik yang akan kita lakukan, dengan harapan dapat memberikan kajian strategis, obyektif, dan akurat, sehingga bisa dipertanggung jawabkan dalam penyusunan naskah akademik,” ucapnya.
Kegiatan ini dilanjutkan dengan sesi eksplorasi yakni presentasi dari tim pemekaran Babo Raya berdasarkan perspektif filosofis, yuridis, dan sosiologis. Berbicara mengenai perspektif filosofis, Musni Umar menuturkan bahwa terdapat beberapa alasan untuk mendukung pemakaran Kabupaten Teluk Bintuni menjadi Kabupaten Babo Raya.
“Adapun alasan tersebut yakni untuk peningkatan pelayanan publik, peningkatan pembangunan ekonomi dan infrastruktur di daerah Kabupaten Babo Raya yang akan dibentuk, mengurangi kesenjangan ekonomi, meningkatkan partisipasi masyarakat dan pembangunan daerah, serta mengioptimalkan pengelolaan SDA yang ada di Kabupaten Teluk Bintuni,” paparnya.
Musni melanjutkan, dengan terwujudnya kabupaten baru diharapkan semakin meningkatnya pemerataan pembangunan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat di Kabupaten Babo Raya.
Sementara itu, membahas dari perspektif yuridis, Prof. Rumainur Usman Ph.D. mengatakan, pemekaran wilayah perlu dilakukan kajian atau naskah akademik yang meliputi kajian teoritis dan praktik empiris, perlunya melakukan evaluasi serta analisis peraturan perundang-undangan yang terkait terutama hukum Tata Negara dan Administrasi Negara, serta perlu menganalisis bagaimana landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis.
“Selain itu, juga perlu adanya jangkauan, arah pengaturan, dan ruang lingkup materi muatan peraturan daerah, serta hal lainnya yang berkaitan dengan normatif,” jelasnya. Rumainur menambahkan, dasar hukum pemekaran wilayah juga telah diatur dalam Pasal 18 B ayat 1 UUD 1945, UU No. 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-undangan sebagaimana di ubah dengan UU No. 15 Tahun 2019, serta UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Berangkat dari perspektif sosiologis dan pembangunan, Aris Munandar menuturkan bahwa pemekaran daerah sebetulnya memiliki makna penting dalam kaitannya dengan pembangunan daerah dan pelaksanaan layanan publik yang prima bagi masyarakat.
“Dengan adanya birokrasi pemerintah yang lebih efektif dan efisien serta berdaya guna diharapkan mampu mewujudkan percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya. (NIS)