Jakarta (Unas) – Indonesia dan Kanada adalah dua negara yang memiliki gambaran yang sangat kontras. Namun, jika dilihat lebih dekat dua Negara memiliki beberapa kesamaan yang signifikan. Salah satunya adalah potensi paralelisme, dimana Indonesia dan Kanada sama-sama sebagi negara kekuatan menengah.
Meskipun demikian, model kekuatan menengah masih belum sepenuhnya cocok untuk membandingkan Indonesia dan Kanada. Akan tetapi, yang dapat disandingkan adalah Kanada dan Indonesia sebagai Entrepreneurial State, utamanya sebagai anggota G20. Indonesia sendiri tengah gencar mencetak wirausaha yang unggul dan inovatif untuk bisa menjadi Negara maju.
Dengan kesamaan sebagai Entrepreneurial State, Program Studi Hubungan Internasional FISIP Unas bekerjasama dengan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) mengadakan kegiatan Public Lecture pada Kamis, (23/11) di Aula Blok 1 Lt. 4 Unas.
Membahas Canada and Indonesia as Entrepreneurial States: The G20 and Beyond, kegiatan ini menghadirkan pembicara asal Kanada, Prof. Andrew F. Cooper yang merupakan Professor of Balsillie School of International Affairs, University of Waterloo dan Dr. Irma Indrayani, M.Si bertindak selaku moderator.
Ketua Program Studi Hubungan Internasional FISIP Unas Harry Darmawan, S.Hum., M.Si., dalam sambutan singkatnya mengatakan, kegiatan Public Lecture ini diadakan berkat kerjasama antara Program Studi Hubungan Internasional FISIP Unas dengan FPCI dengan harapan dapat meningkatkan kapasitas dan kapabilitas para mahasiswa khususnya di Program Studi Hubungan Internasional.
“Semoga kegiatan ini bisa meningkatkan kapasitas dan kapabilitas para mahasiswa terkait dengan kekuatan kewirausahaan kedua Negara,” ungkap Harry.
Adapun delapan isu-isu yang dibahas dalam kegiatan ini yaitu perbedaan serta persamaan yang terhadap dua Negara seperti perbedaan demografis, posisi global kedua Negara, persamaan kedua Negara yang menjadi sumber daya utama produsen/eksportir mineral dan juga kehutanan, resiko sumber daya, serta kesamaan dunia yang memandang Indonesia dan Kanada sebagai Entrepreneurial States.
Merujuk pada Prof Andrew, model kekuatan menengah masih jauh dari cocok untuk membandingkan Indonesia dan Kanada. Hal yang menarik dalam konteks ini adalah masing-masing memiliki kepentingan nasional dan tujuan yang berbeda. Namun perbedaan tersebut tidak boleh dibesar-besarkan, karena keduanya mendukung ketertiban dan aturan internasional. G20 memberikan ikatan untuk fokus pada ambisi dari kekuatan menengah menjadi kekuatan negara besar, meskipun diimplementasikan dengan karekteristik nasional yang berbeda.(***)