Jakarta (UNAS) – Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia Puadi, S.Pd., M.M. resmi menyandang gelar Doktor bidang ilmu Politik setelah menjalani promosi doktor di Program S3 Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Nasional, Rabu (19/2/2025), di Gedung Auditorium.
Puadi bergelar doktor setelah sukses mempertahankan disertasinya di hadapan penguji yang berjudul “Problematika Pengawasan Pemilu Serentak Tahun 2019 di Provinsi DKI Jakarta”.
Dalam sidang terbuka promosi doktor ini, Puadi di Promotori oleh Prof. Dr. Lili Romli, M.Si., dan Ko-promotor Dr. Asran Jalal, M.Si. Ia juga diuji oleh Prof. Dr. Muhammad, S.IP, M.Si (Penguji Ahli), Prof. Dr. Maswadi Rauf, M.A. dan Dr. TB.Massa Djafar. Bertindak sebagai ketua sidang yaitu Prof. Dr. Umar Basalim, DES.

Di hadapan para penguji, Puadi mempresentasikan disertasinya dengan sangat baik. Puadi juga nampak sangat menguasai materi yang disajikan. Dirinya pun mampu menjawab seluruh pertanyaan tim penguji yang begitu kritis terhadap disertasi yang diangkatnya.
Dalam disertasinya, Puadi menjelaskan bahwa latar belakang penelitiannya berangkat dari pelaksanaan peran Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dalam mengawal pemilu berintegritas sangat dipengaruhi dinamika politik yang menyertainya. Dinamika politik pengawasan pemilu dapat terjadi pada berbagai tahapan dalam pemilu dan melibatkan berbagai aktor politik yang saling berinteraksi saling berpengaruh satu sama lainnya
Lebih lanjut, Puadi menjelaskan bahwa penelitiannya bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis peran Bawaslu dalam pengawasan terhadap permasalahan pemutakhiran dan penetapan data pemilih tetap, pembatasan pencalonan anggota legislatif bagi mantan narapidana, kampanye di tempat pendidikan yang melibatkan ASN, praktik politik uang dalam kampanye, dan pemenuhan kuota 30% keterwakilan perempuan dalam verifikasi parpol peserta pemilu, yang ditemukan Bawaslu DKI Jakarta pada saat pelaksanaan pengawasan pemilu serentak 2019.
“Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis interaksi kepentingan antara peserta pemilu (partai politik dan calon anggota legislatif), KPU, pemerintah, dan masyarakat terhadap berbagai masalah yang ditangani Bawaslu DKI Jakarta dalam pelaksanaan pengawasan Pemilu serentak 2019,” jelasnya.

Hasil penelitian menunjukkan, kata Puadi, bahwa enam stakeholder kunci yang terlibat dalam pengawasan Pemilu Serentak di Indonesia, yaitu Bawaslu, KPU, Pemerintah, Pemilih (masyarakat), Partai Politik, dan Gakkumdu, memiliki peran penting yang saling berkaitan dalam memastikan bahwa proses pemilu berlangsung secara adil, transparan, dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi.
“Dalam hal ini, Bawaslu bertindak sebagai pengawas utama, sementara KPU mengurus penyelenggaraan teknis. Salah satu temuan utama adalah peran sentral Bawaslu DKI Jakarta sebagai lembaga pengawas yang menghadapi tantangan besar dalam menjalankan fungsi pengawasannya secara efektif. Peran sentral tersebut digunakan pada beberapa tantangan seperti: kendala pemutakhiran data daftar pemilih tetap, pembatasan terhadap calon legislatif mantan narapidana, kampanye pada institusi pendidikan, praktik politik uang; dan isu keterwakilan perempuan dalam parlemen,” sambungnya.
Adapun rekomendasi yang diajukan oleh Puadi meliputi lima aspek yang pertama adalah Pengawasan pemutakhiran Data Pemilih Tetap (DPT), dimana Bawaslu DKI Jakarta adalah perlu diberikan akses penuh terhadap sistem informasi Data Pemilih (SIDALIH) agar dapat menjalankan fungsi pengawasan secara lebih optimal. Kedua, Pengawasan pembatasan pencalonan anggota legislatif bagi mantan narapidana, yang dalam hal ini perlu adanya harmonisasi antara peraturan KPU dan Undang-Undang Pemilu guna menghindari ketidaksinkronan regulasi yang dapat menimbulkan konflik hukum.
Ketiga, Pengawasan kampanye di tempat pendidikan yang melibatkan ASN, perlu penegakan sanksi yang lebih tegas terhadap ASN yang terbukti melanggar aturan netralitas dalam pemilu. Sosialisasi mengenai netralitas ASN perlu ditingkatkan melalui pelatihan yang lebih komprehensif agar mereka memahami batasan-batasan keterlibatan dalam aktivitas politik. Keempat, Pengawasan praktik politik uang dalam kampanye, dalam hal ini peran Sentra Gakkumdu perlu diperkuat agar penanganan kasus politik uang dapat berjalan lebih efektif. Penegakan hukum harus lebih cepat dan tegas untuk memberikan efek jera bagi pelaku.
Serta Kelima, Pengawasan pemenuhan kuota keterwakilan 30% perempuan dalam verifikasi partai politik, dimana dalam hal ini diperlukan langkah-langkah untuk memastikan bahwa kebijakan afirmasi ini tidak hanya bersifat formalitas. Partai politik harus didorong untuk memberikan kesempatan yang setara bagi calon perempuan dalam kompetisi politik.
“Dengan mengimplementasikan rekomendasi ini, diharapkan pengawasan pemilu di Indonesia dapat lebih efektif dan kredibel dalam menjaga integritas demokrasi,” tutup Puadi.
Dalam sidang promosi doktor ini, promovendus mempresentasikan disertasinya selama 15 menit, setelah itu dilanjutkan dengan tanya jawab. Para penguji secara bergantian mengajukan pertanyaan kepada promovendus. Usai sesi tanya jawab selesai, acara sading dihentikan sementara untuk para penguji melakukan penilaian secara tertutup.
Usai dihentikan selama 15 menit, sidang terbuka dilanjutkan kembali. Pada sesi kedua ini, Ketua sidang menyampaikan hasil keputusan.
“Calon Doktor, saudara Puadi kami telah mempelajari disertasi yang saudara ajukan kepada kami, serta memperhatikan pula pembelaan saudara atas pertanyaan dan sanggahan dari pihak kami,” kata Prof. Umar.
“Promotor yang diketuai Prof. Dr. Lili Romli telah menyampaikan keterangan mengenai pengembangan keahlian Saudara dan Ketua Program Doktor ilmu politik Universitas Nasional telah melaporkan hasil ujian proposal riset, ujian hasil riset, dan ujian pra promosi saudara. Berdasarkan semua itu, tim penguji Universitas Nasional memutuskan untuk mengangkat saudara menjadi Doktor dalam program studi ilmu politik dengan yudisium, Cumlaude,” lanjutnya.
Setelah membacakan keputusannya, Puadi pun dilantik oleh Promotor. “Dengan rasa gembira saya menerima tugas yang diserahkan oleh Ketua Sidang kepada saya. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan keputusan sidang Akademik Universitas Nasional, saya menyatakan Puadi, lahir pada 04 Januari 1974 di Bekasi, menjadi Doktor dalam ilmu politik sehingga saudara memperoleh semua hak dan kehormatan yang dicakup oleh gelar itu sesuai adat kebiasaan yang berlaku,” ujar Prof. Lili.
“Sebagai bukti pengangkatan saudara dengan ini, saya serahkan kepada keputusan tim penguji. Saudara Puadi saya ucapkan selamat atas gelar yang saudara peroleh,” tandasnya.
Turut hadir pada sidang promosi Doktor ini, Wakil Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Indonesia Ir. H. Ahmad Riza Patria, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, SH. LL. M beserta jajarannya, Keluarga dari Puadi, Jajaran pimpinan dan Dosen dilingkungan Fisip UNAS serta tamu undangan.
Puadi sendiri bekerja di Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data dan Informasi Bawaslu RI ini. Ia merupakan mantan guru yang berkecimpung menjadi bagian dari pengawas pemilu sejak 2012. Dia tercatat pernah menjadi Anggota Panwaslu Kota Jakarta Barat pada 2012-2014. Setelah itu, menjadi salah satu pimpinan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta periode 2017-2022. (*DMS)