Prof. Drs. Rusman Ghazali Kupas Paradigma Kebijakan dan Demokrasi dalam Orasi Ilmiah Pengukuhan Guru Besar UNAS

Jakarta (UNAS) – Universitas Nasional (UNAS) kembali menambah jajaran guru besar dengan mengukuhkan Prof. Drs. Rusman Ghazali, S.H., M.Si., Ph.D. sebagai Guru Besar Bidang Administrasi Pembangunan dan Kebijakan Publik. Pengukuhan tersebut berlangsung dalam Sidang Terbuka Majelis Guru Besar di Auditorium Cyber UNAS, Pejaten, Jakarta Selatan, pada Selasa (19/8).

Dalam orasi ilmiahnya yang berjudul “Relasi Kebijakan dengan Demokrasi: Paradigma dan Perspektif Negara Pembangunan,” Prof. Rusman menekankan pentingnya paradigma dalam dunia keilmuan. Menurutnya, paradigma tidak hanya menjadi cara berpikir dan berasumsi, tetapi juga instrumen untuk membangun teori baru yang sahih dan ilmiah.

Prof. Drs. Rusman Ghazali, S.H., M.Si., Ph.D.

“Paradigma membentengi sains normal agar berdiri tegak di atas nalar dan logika. Ia menjadi instrumen utama untuk memecahkan masalah publik serta memastikan pembangunan berjalan adil,” jelasnya.

Prof. Rusman kemudian memaparkan tiga cakupan utama peran ilmu administrasi pembangunan dan kebijakan publik. Pertama, sebagai dasar dalam perencanaan, pengambilan keputusan, dan tata kelola negara. Kedua, sebagai panduan dalam pembangunan yang memastikan distribusi sumber daya serta mengantisipasi hambatan. Ketiga, sebagai ruang dialektika yang menempatkan demokrasi sebagai wadah mediasi kepentingan melalui aktor yang disebut policy brokers.

Dalam kesempatan itu, ia juga memperkenalkan kerangka teoritis yang disebutnya “Teori Empat Jalur dalam Pembentukan Kebijakan” (Four-Track Theory of Policy-Making), yang meliputi:

  1. Model Preskriptif – melibatkan seluruh pemangku kepentingan secara setara dalam perumusan kebijakan.
  2. Model Otoritas – kebijakan didominasi aktor negara dengan berlandaskan ilmu pengetahuan dan panggilan moral.
  3. Model Kesengajaan – kebijakan dibuat berdasarkan kepentingan kelompok tertentu, sementara aspirasi publik hanya diperhatikan jika muncul eskalasi konflik.
  4. Model Deviasi – keputusan kebijakan sepenuhnya ditentukan rezim politik berkuasa tanpa ruang dialog bermakna.

Dalam pengukuhan tersebut, Prof. Rusman menyoroti empat kasus kontroversial kebijakan di Indonesia, yaitu reklamasi pantai utara Jakarta, pengelolaan pertambangan, pemberantasan korupsi, dan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan. Menurutnya, sebagian besar kebijakan tersebut cenderung masuk dalam model deviasi karena minimnya keterlibatan publik.

“Relasi demokrasi dengan kebijakan di Indonesia masih lemah. Sering kali ruang publik ditundukkan oleh akumulasi kekuatan politik dan ekonomi, sehingga kebijakan menjadi tidak berpihak pada nilai keadilan,” tegasnya.

Menutup orasi ilmiahnya, Prof. Rusman mengingatkan bahwa keberlangsungan kebijakan publik hanya dapat terjamin apabila dibangun dalam ruang demokrasi yang sehat. Konsep ini ia sebut sebagai “Konvergensi Demokrasi dengan Kebijakan Publik” (The Convergence of Democracy with Public Policy), yaitu gagasan bahwa kebijakan akan bertahan lama jika berakar pada nilai keadilan.

“Tidak mudah membentuk negara pembangunan ini, tetapi dengan komitmen pada ilmu pengetahuan dan demokrasi, jalan menuju kebijakan yang adil akan selalu terbuka,” pungkasnya. (SAF)