Jakarta (UNAS)– Associate Professor, School of Social Works, Arizona State University David Androff, MSW., PhD., berbicara mengenai penanganan Hak Asasi Manusia terhadap Pengungsi dalam seminar yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Sosial Politik (PKSP) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Kegiatan Seminar Internasional dan Workshop yang bertemakan “Refugee, Human Rights, and Global Crisis a Social Development Approach” digelar pada Senin (5/12).
Dalam materinya, David mengatakan lebih dari 100 juta manusia mengungsi secara paksa. “Orang-orang terlantar sebagai pengungsi secara paksa atau migran paksa yang biasanya terjadi akibat konflik negara maupun guna menghindari suatu bencana atau musibah, dan ini biasanya juga banyak pengungsi dari negara lain”, katanya.
Associate Professor, School of Social Works, Arizona State University David Androff, MSW., PhD., saat memberikan pidatonya di kampus UNAS Pejaten. Ia melanjutkan banyak perspektif dari adanya pengungsi di suatu wilayah, seperti mitos, stereotip dan stigma masyarakat. “Mitos pengungsi yang berbahaya dikaitkan secara salah dengan kejahatan atau terorisme, mengancam kesejahteraan fisik, banyak juga yang mempunyai pikiran ancaman ekonomi takut menguras sumber daya, persaingan ekonomi,mengancam kesejahteraan materi dan pemikiran sebagai ancaman budaya atau politik ketakutan mereka tidak akan berasimilasi atau belajar bahasa, destabilisasi dukungan politik”, jelasnya.
Pengungsi (Refugees) dan Pencari Suaka (Asylum Seekers) merupakan salah satu kelompok masyarakat rentan dan beberapa kasus seringkali mengalami perlakuan diskriminatif dan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Isu dari malasah ini kerap sekali menjadi perhatian penting dari masing masing suatu negara di seluruh dunia, dikarenakan populasinya di luar negeri bisa juga berpotensi terhadap ancaman inner suatu negara karena populasi kedatangan Warga Negara tersebut tidak memiliki perizinan masuk secara sah.
“Orang tua dan anak dipisahkan di perbatasan, Anak-anak dikurung di Gudang, Bayi & balita: marah, menarik diri, tidak mau makan, Remaja: rasa malu, depresi, menyakiti diri sendiri, Orang tua dipenjara tanpa kontak atau info, bunuh diri. Pemerintah tidak punya rencana”, papar David.
Dalam bukunya yang berjudul Refugee Solution in the Age of Global Crisis, David menawarkan sebuah solusi untuk Pengungsi global.
“Ada tiga solusi yang dapat diterapkan untuk menanganinya (Refugee) yaitu, Repatriasi sukarela ke negara asal, Integrasi lokal di negara suaka dan membuat pemukiman kembali ke negara ketiga”, pungkasnya.
Selain David Androff, Dosen Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Nasional, Dr, Hendra Mujana Saragih, M.Si., juga menyampaikan pendapatnya tentang permasalahan yang tengah menjadi isu Global. Menurutnya, berbicara mengenai pengungsi berarti berbicara juga mengenai kepedulian dan berbagi.
“Kita memiliki tanggung jawab terhadap negeri ini, berbicara mengenai pengungsi kita juga berbicara tentang care, share dan Fair dan biasanya negara yang sudah pernah didatangi pengungsi tidak akan mau menampung pengungsi lain dan harus mencari negara tujuan lain. Untuk itu kita juga harus memperhatikan hak asasi mereka, namun status hukum pengungsi itu juga rentan”, tuturnya. (*TIN)